Tag: gramatika

Tradisi Kitab Suci dan Jalan Panjang Alegori

Oleh karena sastra membicarakan hal-hal yang “tidak riil” alias dibayangkan saja itu, sastra harus menggunakan peranti metafora pada ekspresi verbalnya. Lalu, apa bedanya dengan metafora yang juga digunakan dalam teks-teks kitab suci? Umberto Eco menjelaskan bahwa teks kitab suci mengandung “misteri” yang melampaui kapasitas pemahaman manusia, sehingga harus diekspresikan dengan metafora dan alegori. Sementara sastra—yang dalam hierarki pengetahuan versi Aquinas berada di posisi lebih rendah ketimbang kitab suci—justru perlu menggunakan metafora dan alegori karena “kekurangannya” dalam hal pengetahuan akan kebenaran.

Baca lebih lajut

Vernakularisme dan Alegori Dante Alighieri

Upaya Dante “melahirkan” bahasa vernakular yang layak menempati posisi luhur dalam penulisan sastra ini terasa seperti mimikri terhadap tradisi klasik. Yang coba ditirunya meliputi elemen tema, struktur atau bentuk karya, gramatika, hingga sifat elitisnya. Meski demikian, hal penting yang patut dihargai dari argumen Dante adalah imajinasinya yang begitu kuat, sehingga mampu membayangkan lahirnya gramatika bahasa vernakular, walaupun secara rasional kondisi bahasa itu sendiri masih sangat terbatas.

Baca lebih lajut

Tulang Punggung Budaya Literasi

Secara umum, ada empat dimensi interpretatif dari praktik gramatika. Lectio, atau membaca, adalah prinsip-prinsip ilmu persajakan dan membaca lantang (di depan publik); enarratio, atau eksposisi, merupakan penjelasan isi dan prinsip interpretasi; emendatio, atau koreksi, adalah aturan mengenai ketepatan linguistik dan autentisitas tekstual; dan iucidium, atau penilaian, merupakan kritik atau evaluasi atas teks. Dari empat dimensi ini saja, kita sudah langsung bisa melihat luasnya cakupan praktik gramatika pada Abad Pertengahan.

Baca lebih lajut
Pemuatan